MlatenMania.com - Candi Borobudur merupakan sebuah candi Buddha terbesar di Indonesia yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Selain sebagai tempat ibadah umat Buddha, Candi Borobudur juga merupakan salah satu objek wisata di Indonesia. Candi ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga pelataran melingkar yang pada dinding-dindingnya dihiasi dengan 1460 relief. Relief - relief pada Candi Borobudur selain menggambarkan tentang ajaran hidup sang Buddha, juga mengisahkan kehidupan zaman Mataram kuno. Relief pada dinding Candi Borobudur terbagi 4 kisah utama yakni Karmawibangga, Lalitawistara, Jataka dan Awadana, serta Gandawyuda. Untuk membaca cerita pada relief sebuah candi ini pengunjung harus berjalan searah jarum jam, yang dikenal dengan istilah Pradaksina, yang berasal dari bahasa Sansekerta Daksina yang berarti timur (cerita dimulai dari sisi sebelah timur dan berakhir di sisi sebelah timur).
Candi Borobudur Dan Sejarahnya
Menjelang tahun 1814, Borobudur muncul dalam dunia ilmu pengetahuan modern. Sir Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Jenderal lnggris pada masa pemerintahan lnggris yang singkat (1811-1816) menugasi seorang insinyur mengadakan penyelidikan. 200 orang bertugas menebangi pohon, membakari semak-semak, dan menggali tanah yang mengubur seluruh candi itu. Pada tahun 1835 Borobudur akhirnya bertengger bebas di atas bukit dengan bagian kakinya terselubung. Antara tahun 1890-1891 seluruh kaki terselubung itu dibuka dan panelpanel relief yang sudah lama terpendam itu dipotret sebelum 12.000 meter kubik batu tersebut ditata kembali.
Sesungguhnya, bila dibandingkan dengan usianya, penggunaan Borobudur sebagai tempat ziarah penganut agama Buddha amatlah singkat; kira-kira 150 tahun, dihitung dari saat para pekerja mulai menghiasi bukit (alami) Borobudur dengan batu-batu di bawah pemerintahan Raja Smaratungga, dinasti Syailendra sekitar tahun 800-an. Dengan berakhirnya Kerajaan Mataram, tahun 930, pusat daya tarik kehidupan politik dan kebudayaan Jawa bergeser ke timur dan terkecuali dua buah rujukan ringkas dalam manuskrip abad XVIII Borobudur hilang dari sejarah. Gempa dan tanah lorot telah menimbulkan malapetaka (bagi Borobudur) dan rimba pun kembali melebat.
Pada tingkat tertinggi Candi Borobudur melambangkan suatu tataran keh idupan yang sudah lepas dari segala kesengsaraan (Arupadhatu).
Sebagai peninggalan budaya yang didirikan pada masa kejayaan agama Budha Mahayana di Indonesia, yaitu pada abad IX, struktur bangunan dan ragam hiasnya menggambarkan lintasan hidup yang ditempuh oleh setiap individu untuk mencapai kebijaksanaan tertinggi . Oleh karena itu relief yang mengisi bidang-bidang hias kaki candi menggambarkan tataran hidup yang masih dikuasai oleh nafsu dan kenikmatan (kamadhatu). Tataran berikutnya menggambarkan kehidupan ideal yang harus ditempuh oleh setiap individu dalam usahanya melepaskan diri dari -segala kesengsaraan dan siklus reinkarnasi (rupadhatu) . Tataran hidup selanjutnya yaitu arupadhatu atau "tanpa perwujudan", tercermin dalam puncak candi yang tidak beragam hias kecuali stupa-stupa yang didalamnya terdapat patung Budha. Puncak Borobudur itu melambangkan nirwana yaitu tujuan akhir dari setiap umat.
Pemugaran Candi Borobudur
Pemugaran secara berencana atas candi tersebut dilakukan untuk pertama kalinya oleh seorang insinyur Belanda, Theodoor van Erp, pada awal abad ke-20. Di bawah pengarahannya, stupa-stupa yang berserakan disusun kembali, jalur jalan ditata kembali di atas teras-teras, serta ukiran-ukiran dikembalikan pada kedudukan aslinya.
Pemugaran Candi Borobudur |
Karya van Erp, dan segala yang dikerjakan selama 1907-1911 telah berhasil mengembalikan sebagian besar kejayaan Borobudur pada waktu yang silam. Namun, segera disadari bahwa tahun-tahun yang dilalui oleh Borobudur selama tersembunyi di dalam tanah dan tertutup tumbuhtumbuhan itu sesungguhnya telah melindunginya dari pengaruh cuaca, sedangkan beberapa kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan dan melestarikannya secara tidak menyeluruh justru mempercepat kehancurannya. Seusai Perang Dunia II, ketika Republik Indonesia lahir, Indonesia memperoleh sebuah warisan budaya semesta yang sangat berharga, tetapi terancam keruntuhan. Penelitian-penelitian ilmiah yang dilaksanakan ternyata hanya memberikan kepastian akan kebenaran adanya proses percepatan kehancuran yang ditunjukkan oleh bukti kasatmata.
Bahaya yang mengancam keruntuhan Borobudur antara lain ialah tiadanya fondasi yang mampu menahan beban bangunan yang besar. Selanjutnya susunan batu bangunan tidak menggunakan bahan perekat, sehingga menimbulkan bahaya kemungkinan longsor.
Selain itu, letak candi tersebut kurang menguntungkan karena berada di wilayah jangkauan gempa, sehingga mengalami beberapa kali getaran seismik sejak berdirinya, sedang lingkungan dan iklim tropis mengakibatkan material dan konstruksi candi itu harus menghadapi tantangan alam yang luar biasa.
Demikianlah keadaan lingkungan yang telah dihadapi oleh Candi Borobudur selama lebih dari 1.000 tahun. Hujan yang menerpanya membanjiri sistem pembuangan air, mengucur lewat talang pancuran dan membentuk genangan air di sana-sini serta akhirnya mengalir melalui celah-celah sambungan batu, sehingga menggeser tanah penopang di bawahnya.
Seluruh bagian yang terdapat pada separuh teras bawah bagian utara miring dengan sudut yang mengancam bangunan candi.
Usaha pemugaran dan pelestarian warisan budaya yang amat berharga telah dilakukan sejak awal kemerdekaan. Dalam tahun 1948 di tengah gejolaknya revolusi fisik, pemerintah menyempatkan diri untuk memperhatikan nasib Candi Borobudur. Segera setelah - revolusi fisik selesai perhatian mulai dipalingkan ke luar negeri. Permintaan kita akan bantuan kepada UNESCO dalam tahun 1955 segera diikuti oleh datangnya seorang ahli dari Belgia, Prof. Dr. C. Coremans almarhum. Hasil tersebut memperjelas berbagai ancaman yang diderita oleh Candi Borobudur.
Sementara itu dalam tahun 1959 kemiringan dindingdinding utara tingkat I menimbulkan kekh awatiran. Mengingat akan adanya berbagai macam bahaya yang mengancam candi dan yang sama sekali tidak dapat diperkirakan sampai berapa jauh kehancuran yang akan diakibatkannya, maka dalam tahun 1960 dinyatakan bahwa: Candi Borobudur dalam keadaan gawat. Dalam perencanaan pemugaran, terasa benar adanya hambatan dari segi pembiayaan. Soalnya ialah bahwa kalau pembongkaran sudah dimulai tidak dapat lagi dihentikan ditengah jalan. Jaminan dana yang lebih mantap diperoleh dalam tahun 1969 sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Lima Tahun.
Sementara itu uluran tangan dari luar negeri terutama UNESCO sudah mulai berdatangan. Pada awal tahun 1971 diadakan pertemuan internasional di Yogyakarta guna membahas bahaya yang dihadapi Candi Borobudur- sebagai warisan budaya umat manusia seluruh dunia. Demikian pula rencana Nedeco (badan konsultasi dari negeri Belanda) yang disempurnakan melalui pembahasan bersama dengan para akhli Indonesia sebagai dasar pelaksanaan kerja.
Dalam garis besarnya pemugaran itu mencakup:
- pembongkaran seluruh bagian rupadhatu, yaitu lima tingkat segi empat di atas kaki candi.
- pembersihan dan pengawetan batu-batu kulit, yang sudah dibongkar tadi, satu demi satu;
- pemasangan fondasi beton bertulang untuk mendukung candinya kelak pada tiap tingkat, sambil menyediakan saluran-saluran air di dalam konstruksinya;
- penyusunan kembali batu-batu kulit yang sudah bersih dari kotoran dan jasad-jasad renik (lumut, cendawan, dan mikro-organisme lainnya) di tempatnya semula.
Demikianlah pemugaran Candi Borobudur dimaksudkan agar bukti kebesaran bangsa dapat diteruskan kepada generasi mendatang, tidak saja dalam bentuk cerita dan gambar melainkan dalam wujudnya yang nyata.
Candi Borobudur Warisan Budaya Manusia
Candi Borobudur merupakan peninggalan budaya bangsa yang mencerminkan keluhuran nilai, sistem teknologi dan pengetahuan, serta sistem sosial yang berlaku pada masa pembangunannya. Walaupun pembangunannya tidak bebas dari pengaruh agama Budha Mahayana (Wahana Agung) yang juga menjadi agama sementara penduduk di Nepal, Tibet, Mongolia, Cina, Korea, dan Jepang, struktur dan ragam hias Candi Borobudur menunjukkan kekhususan yang mencerminkan kebudayaan bangsa Indonesia.
Sebagai monumen megah dan indah yang ditemukan kembali, dan sudah tidak berfungsi lagi, Borobudur berhak disebut sebagai peninggalan budaya universal yang tidak ada duanya. Ia mewujudkan dan mengekspresikan nilai-nilai keharmonisan antara bentuk dan makna yang hendak disampaikan dengan cara luar biasa.
Oleh karena itu pelestarian Candi Borobudur sangat penting artinya bukan hanya untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional Indonesia, melainkan juga untuk kemajuan peradaban seluruh umat manusia di dunia.
Sebagai warisan budaya bangsa yang juga merupakan salah satu warisan budaya bagi keseluruhan umat manusia, Candi Borobudur perlu dipugar. Dalam pelaksanaan pemugaran Candi Borobudur selain Pemerintah dan rakyat Indonesia, mengikutsertakan pula sejumlah negara asing dan badan-badan swasta lainnya.
Negara-Negara Penyumbang Pemugaran Candi Borobudur
1. | Australia | 15. | Malaysia |
---|---|---|---|
2. | Belgium | 16. | Mauritius |
3. | Burma | 17. | Netherlands |
4. | Cypus | 18. | New Zealand |
5. | France | 19. | Nigeria |
6. | Federal Republic of Germany | 20. | Pakistan |
7. | Ghana | 21. | Philippines |
8. | India | 22. | Qatar |
9. | Iran | 23. | Singapore |
10. | Iraq | 24. | Spain |
11. | Italy | 25. | Switzerland |
12. | Japan | 26. | Thailand |
13. | Kuwait | 27. | United Kingdom of Great Britain |
14. | Luxembourg | 28. | United Republic of Tanzania |
Sumber : Panitia Nasional Peresmian Berakhirnya Pemugaran Candi Borobudur, 23 Februari 1983
Demikian artikel mengenai Selayang Pandang Candi Borobudur, mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk semuanya.
Komentar0
Tinggalkan komentar Anda disini: